Pengalaman Naik Kereta Api Logawa Kisaran Tahun 2005. Pengalaman ini merupakan pengalaman pribadi admin yang coba kami tuliskan kembali ingatan seputar naik Kereta Logawa pada era tahun 2005an. Tujuannya hanya menuangkan ingatan dalam bentuk tulisan belaka, tidak ada maksud lain.
Tahun 2005 adalah tahun kedua kuliah di sebuah universitas negeri di Jember. Dengan suasana perkampusan yang asri dan harga makanan yang murah meriah. Kos-kosan juga murah sekali.
Jadwal KA Logawa dari Jember dari dulu sampai sekarang (tulisan ini terbit 28 Desember 2024-red) berangkatnya pagi hari. Kisaran jam 5-an, bisa jam 5 pagi kurang seperempat, bisa jam 5 lebih seperempat, sampai dengan kisaran 30 menit-an dari jam 5 pagi.
Waktu tempuh kos-kosan dengan stasiun kurang lebih 10-15 menit perjalanan dengan diantar teman, kadang juga naik lyn D yang langsung dipahami oleh pengemudi Lyn D ” ke stasiun ya dik”. Jadi pengemudi Lyn sudah tahu dan ngetime untuk menyisir mahasiswa yang ingin naik KA Logawa dari Jember. Walaupun ngetime, pengemudi lyn sudah tahu jadwal kereta berangkat, jadi aman untuk bisa nututi keberangkatan KA Logawa.
Cara beli tiketnya sering beli dadakan, on the spot di stasiun. Pada waktu itu tiketnya Jember Surabaya Rp 18.000 yang pas banget dengan harga mahasiswa. Bentuk tiketnya berbahan kertas karton tebal dengan ukuran seperti korek api. Sedangkan ongkos bus Jember Surabaya Rp 20.000. Selisih 2 ribu, bisa beli nasi lodeh sepiring.
Untuk warna lokomotif maupun gerbong/kereta tidak memperhatikan karena belum punya kamera maupun hp kamera. Masuk dalam kereta interior bersih, ada kipas angin tapi tidak menyala, kursi berhadapan 3-2 adu dengkul.
Okupansi penumpang cukup ramai. Dalam perjalanan masih kami temui bayar diatas alias bayar kondektur, tidak beli tiket di loket. Memang waktu itu masih terkenal dengan kurang tertib. Ketika berhenti di Stasiun Klakah banyak pedangan asongan menawarkan buah-buahan, pisang, mangga, alpukat. Ada juga yang menawarkan makanan jenis keripik pisang, dll.
Di Stasiun Probolinggo berhenti agak lama, disini juga banyak pedangang yang menawarkan dagangannya. Nasi bungkus banyak mendominasi disini. Di Stasiun Bangil juga berhenti lama, grup pengamen, tukang bersih-bersih kereta, penjual sate kerang, dan banyak makanan lainnya menghiasi perjalanan. Kereta tiba di Surabaya Gubeng 09.30-an.
Perjalanan dari Jember ke Surabaya dan sebaliknya sudah beberapa kali kami lakukan. Rutinitas dan kehidupan dalam kereta tetap sama.
Yang paling mengesankan adalah ketika kami harus naik KA Logawa dari Madiun tujuan Jember karena alasan tertentu. Dan celakanya, keberangkatan kami pada waktu masa angkutan lebaran, H+5 atau berapa lupa, yang jelas kondisi dalam kereta sudah sangat penuh sesak. Bahkan ada yang nggandol di pintu-pintu kereta.
Beli tiket dadakan pun masih tersedia, tiketnya berbentuk kertas tebal kecil seukuran korek api. Sudah terlanjur beli tiket terpaksa harus naik kedalam kereta yang entah bisa masuk atau tidak. Apalagi dengan membawa barang bawaan tas jinjing besar, tas yang biasa untuk membawa kostum satu tim olahraga sepakbola. Tasi segede itu kami isi oleh-oleh lebaran dari orang tua untuk keperluan hidup kos-kosan beberapa bulan kedepan. Berat sudah pasti!
Mencoba merangsek masuk dengan cara menerobos himpitan manusia, yang belakang mendorong kedepan, yang depat mempertahankan posisinya. Jadilah kami kegencet dalam kereta yang dipenuhi lautan manusia. Jangan berharap dapat tempat duduk, mendapatkan pijakan kaki yang nyaman sudah sangat beruntung. Belum lagi kepikiran barang bawaan yang banyak dan berat itu.
Bayangan kami, Naik Kereta Logawa dari Madiun ke Jember enak nih, bisa tidur sampai tempat tujuan. Ternyata, kondisinya seperti ayam, tidur dalam kondisi berdiri yang kadang-kadang pakai satu kaki, karena saking capeknya.
Kereta tiba di Surabaya Gubeng, penumpang banyak yang turun, sehingga kami sedikit mendapatkan tempat yang strategis untuk berdiri. Tidak lagi berhimpitan. Penumpang sisi tengah banyak yang turun, akhirnya tas bisa buat tempat duduk semetara.
Penumpang dari Gubeng ke Jember tidak sebanyak Madiun Gubeng. Beberapa masih banyak yang berdiri tapi masih bisa berdiri dengan baik, tidak berhimpitan. Kami memilih duduk beralaskan tas, walaupun sisi kiri dan kanan penuh dengan penumpang yang berdiri.
Dalam perjalanan, kami berharap kereta cepat sampai Jember agar segera bisa tidur di kos-kosan. Kereta tiba di Jember malam hari, lupa jam berapa. Dengan perjuangan panjang akhirnya bisa sampai kos-kosan dengan selamat.
Demikian sekelumit Pengalaman Naik Kereta Api Logawa Kisaran Tahun 2005 semoga bermanfaat.




